Full PDF PackageDownload Full PDF Package
This Paper
A short summary of this paper
37 Full PDFs related to this paper
Download
PDF Pack
Berikut faktor pengembangan dan penyusutan material
Baiklah, karena ada yg ingin contoh perhitungannya, mari kita lihat contoh perhitungannya.
Pada suatu lahan, dibutuhkan tanah timbun untuk menutupi lahan tersebut agar bisa di bangun. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan volume kekurangan tanah pada lahan tersebut agar sesuai yg dgn elevasi yg dibutuhkan adalah sebanyak 160 m3.
Disatu sisi, ada penjual tanah timbun (quari A) yg menjual tanah dengan hitungan harga permeter kubik. Misalkan jenis tanah adalah sandy clay. Hitungan dilakukan dengan cara hitungam dump truk, anggap setelah dilakukan perhitungan, 1 truk volumenya 5 m3.
Pertanyaanya, berapa mobil truk tanah yg kita butuhkan? Atau berapa m3 yg harus kita beli di kuari A?
Lihat tabel.
Karna kita belinya volume diatas truk, maka tanah yg kita beli adalah tanah gembur/loose. Dan volume yg kita butuhkan td yg sebesar 160m3 pada lahan kita tentu harus di padatkan. Jadi Dasar pertama yg kita tentukan adalah padat(compact) pada jenis tanah sandy clay.
Lihat inisial c. Nilai compact 1.00 (nilai tujuan akhir) . Lalu lihat nilai loose.(kondisi saat kita beli) nilainya adalah 1.39. Sehingga kita perlu tanah senilai
160 m3 x 1.11 = 222.4 m3
Sehingga tanah yg dibutuhkan adalah 222.4 m3.
Jadi berapa mobil truk kah yg harus kita pesan??
222.4 m3 :5 = 44.48 ~ 45 mobil
Untuk kasus yg sama, ada kuari B yg menjual tanah dengan jenis sama, tapi bukan melalui hitungam volume dalam mobil, pemilik quari tersebut sudah menghitung 1 volume bukit kecil yg ada di salah satu quarinya, satu bukit kecil volumenya 50 m3.
Jadi perlu pesan berapa bukit yg harus kita beli?
Lihat kembali inisial c pada tanah yg sama yaitu sandy clay. Nilai compact 1.00 (nilai tujuan akhir). Lalu lihat nilai bank/asli.(kondisi saat kita beli) nilainya adalah 1.11. Sehingga kita perlu tanah senilai
160 m3 x 1.39 = 177.6 m3
Sehingga tanah yg dibutuhkan adalah 177.6 m3.
Jadi berapa bukit kah yg harus kita pesan??
177.6 m3 :5 = 3.5 bukit.
Page 2
Situs Ilmu Beton adalah tempat Sharing Beton, Konstruksi, Teknik Sipil, Hobi, Karir, Minat, Internet Dan Teknologi. Beserta Semua Hal Yang Bermanfaat Dan Menambah Wawasan Baru. Seiring dengan kebutuhan informasi yang berkembang dengan pesat, maka ilmubeton.com juga merasa perlu berbagi informasi seputar Hobi, Karir, Minat, Internet, Teknologi dan Wawasan baru yang bermanfaat bagi kita semua.
Selain menjadi tempat berbagi informasi, kami juga berharap bahwa situs ini dapat menjadi tempat bertukar pikiran bagi para arsitek maupun engineer sipil di Indonesia dan juga bisa menjadi media informasi yang mencakup wawasan baru bagi pengguna internet.
Dengan mengunjungi ilmubeton.com, berarti pengunjung dinyatakan telah membaca, memahami dan menyetujui halaman Disclaimer dan Privacy Policy dari situs ini.
Bagi para pengguna internet yang ingin membagikan artikel tentang teknik sipil, maupun artikel yang sesuai dengan tujuan situs ini, yaitu menambah wawasan baru, maka anda dapat mengirimkan artikelnya ke alamat email kami yang tertera di halaman Contact. Seperti yang kita ketahui, ilmu yang bermanfaat merupakan ilmu yang dibagi dan berguna bagi orang lain. Membuat kemajuan bagi bangsa ini walau hanya sedikit akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi kita.
Wassalam M. Hadi H, ST
>>>Ke DAFTAR ISI
>>>Kembali Ke BERANDA
Gelombang Alun Dapat Diprediksi
Pada 17 Mei lalu, masyarakat pesisir barat Sumatera dan selatan Jawa dikejutkan oleh terjangan gelombang sangat besar hingga mengakibatkan para nelayan tidak dapat melaut dan ratusan rumah mereka roboh.
Oleh MUSLIM MUIN dan ANDOJO WURJANTO
Bencana ini sesungguhnya bisa dicegah dengan mengembangkan sistem peringatan dini gelombang pasang atau alun.
Komentar pakar kelautan bermunculan dari beberapa instansi, baik di media cetak maupun televisi. Ada yang berpendapat bahwa fenomena ini akibat terbentuknya Gelombang Kelvin (Kelvin Wave), ahli lain mengatakan akibat posisi Bumi dan Bulan berada dalam jarak terdekat (tunggang pasang tinggi), ada lagi yang menghubungkannya dengan Pemanasan Global.
Dari beberapa rekaman video yang ditayangkan di televisi, kami berkeyakinan bahwa fenomena ini adalah akibat kombinasi Pasang Surut yang tinggi dan gelombang panjang yang dikenal dengan Swell. Hal ini diperkuat dengan simulasi komputer yang kami lakukan untuk beberapa lokasi.
Pada hasil simulasi itu jelas sekali terlihat bahwa pada saat bencana terjadi, laut berada dalam tunggang pasang surut yang tertinggi yang dikenal sebagai Spring Tide. Tetapi seandainya ada anomali dalam Pasang Surut, kenapa hanya di beberapa tempat di Pulau Jawa? Irian yang dikenal sebagai daerah dengan tunggang pasut yang tinggi tidak bermasalah? Kesimpulannya adalah tidak ada yang spesial dengan Pasang Surut.
Dari daerah yang kena bencana, kita bisa melihat bahwa gelombang ini dipastikan datang dari Samudera Hindia. Tidak seperti lautan lainnya (Pasifik dan Atlantik), Samudera India mempunyai karakteristik unik yang dikenal dengan Monsun. Antara Mei dan Oktober, angin di Samudera India umumnya bertiup dari Barat Daya, artinya angin bertiup ke arah Indonesia.
Lewat penelusuran pada sumber terkait di internet, penulis dikejutkan oleh kenyataan bahwa ancaman terjangan gelombang alun tersebut ternyata telah di prediksi oleh European Space Agency. Berita itu sudah diterbitkan oleh ESA pada 16 Mei 2007.
Dari data satelit yang mereka deteksi, rambatan Swell di lautan India sudah menghadang France Reunion Island dan menuju ke perairan Indonesia seperti diperlihatkan dalam gambar.
Swell adalah gelombang yang sudah berada jauh dari daerah pembentukannya
Gelombang Pasang atau gelombang alun melanda perairan Labuan di Kabupaten Pandeglang, Banten, Sabtu (19/5) pagi. Luapan air laut itu menggenangi puluhan rumah di perkampungan nelayan di Desa Teluk, Kecamatan Labuan.
Rambatan Gelombang Swell dari Afrika Selatan menuju perairan Indonesia, 16 Mei 2007.
Dari kenyatan ini timbul pertanyaan mengapa pemerintah tidak menanggapi berita ini dan meneruskannya kepada masyarakat? Ini mengingat bahwa jelas sekali kita punya cukup waktu untuk bersiap-siap menghadapi Swell yang berbahaya ini.
Jarak antara sumber gelombang dan Indonesia sekitar 8.000 km. Dengan perhitungan kasar, menggunakan rumus sederhana cepat rambat gelombang panjang, c=V(gravitasi*kedalaman), dengan asumsi kedalaman 1000 meter, kita sudah bisa memperkirakan bahwa gelombang ini baru akan sampai ke Indonesia dalam waktu sekitar 24 jam. Kita masih mempunyai banyak waktu karena sumber gelombang jauh dari Indonesia. Jelas sekali, masyarakat pesisir bisa diselamatkan.
Gelombang Alun
Istilah ‘Gelombang Pasang’ untuk fenomena ini bagi penulis agak membingungkan. Apakah bencana ini hanya muncul dalam kondisi pasang yang tinggi? Jawabannya jelas belum tentu. Yang kita hadapi adalah Swell.
Memang, pada saat air pasang, posisi gelombang pecah akan lebih dekat dengan garis pantai. Swell yang tinggi tetap berbahaya walaupun air laut tidak berada dalam saat pasang tertingi. Gelombang Pasang adalah penamaan yang keliru. Mungkin istilah ‘Alun’ yang dikenal luas oleh masyarakat pantai lebih tepat untuk Swell.
Ahli teknik pantai membagi gelombang dalam dua tipe, Seas dan Swell. Seas adalah gelombang pendek pada perioda rendah, masih dalam pembentukan yang dipengaruhi oleh angin. Swell adalah gelombang yang sudah berada jauh dari daerah pembentukannya. Sedangkan swell merupakan gelombang panjang, mempunyai perioda yang tinggi, oleh karena itu gelombang ini sulit teredam. Swell bisa merambat sampai ribuan kilometer. Periodanya biasanya lebih besar dari 10 detik.
Peringatan dini bahaya Swell
Penulis selalu berpendapat bahwa peringatan dini untuk melindungi masyarakat pesisir Indonesia dari bahaya Tsunami bukan pekerjaan yang mudah karena sumber Gelombang Tsunami berada di perairan kita. Tetapi, untuk Swell, mestinya sistem peringatan dini akan lebih efektif dan jelas sangat bermanfaat karena sumbernya jauh dari perairan Indonesia.
Gelombang Swell yang tinggi dan berbahaya tidak terbentuk di perairan Indonesia karena kecepatan angin di Indonesia relatif kecil dibandingkan dengan daerah subtropis. Oleh karena itu, kita di Indonesia mempunyai waktu yang cukup memadai untuk persiapan menghadapi bahaya Swell.
Walaupun Swell tidak mematikan seperti yang kita kenal dari Gelombang Tsunami yang mnerjang pantai dalam hitungan menit, sudah saatnya pemerintah melakukan beberapa kebijaksanaan untuk mengurangi kerusakan akibat Swell.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah Meningkatkan kerjasama dengan beberapa badan terkait di luar negeri untuk memperoleh informasi mengenai pembentukan Swell.
Membangun Sistim Peringatan Dini Bahaya Swell, yang dilengkapi dengan software model rambatan gelombang panjang untuk memperkirakan daerah bencana yang lebih rinci dan membangun GIS Database masyarakat pesisir yang sudah terintegrasi dengan model rambatan gelombang.
MUSLIM MUIN dan ANDOJO WURJANTO Peneliti Program Studi Teknik Kelautan InstitutTeknologi Bandung
(KK Teknik Kelautan ITB)