Alat perlengkapan negara yang bertugas untuk melakukan tuntutan terhadap pelaku kejahatan adalah

Oleh: Sarli Zulhendra, S.H

Panduan ini disusun untuk membantu teman-teman difabel jika berhadapan dengan proses hukum, khususnya jika teman-teman berhadapan dalam proses peradilan pidana, baik sebagai korban, saksi ataupun sebagai tersangka. Agar mudah dipahami, perlu kami jelaskan bahwa proses peradilan pidana adalah proses penegakan hukum terhadap suatu kejahatan (pelanggaran hukum). Sedangkan dalam proses peradilan pidana, negara telah memberikan tugas dan wewenang kepada aparat penegak hukum untuk menjalankan penegakan hukum pidana melalui beberapa aturan hukum di antaranya berupa Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau yang sering disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan disingkat KUHAP, Undang-Undang No RI No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. adapun penegak hukum tersebut adalah :

  1. Penyelidik dari lembaga negara bernama Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) yang melakukan penyelidikan[1]
  2. Penyidik termasuk penyidik pembantu dari lembaga negara bernama Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) yang melakukan penyidikan[2]
  3. Jaksa penuntut umum dari lembaga negara bernama Kejaksaan Republik Indonesia[3]
  4. Hakim dan Pengadilan[4] dari lembaga negara bernama Mahkamah Agung Republik Indonesia yang bertugas mengadili perkara
  5. Petugas pembina narapidana[5] dari lembaga negara bernama Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)
  6. Selain itu, ada juga aparat penegak hukum yang bekerja sebagai Penasihat Hukum, yakni Advokat atau Pengacara yang berasal dari kantor-kantor advokat atau lembaga bantuan hukum.[6]
  7. LPSK, lembaga yang memberikan perlindungan kepada saksi dan korban

Berdasarkan proses peradilan pidana, masing-masing aparatur penegak hukum tersebut memiliki fungsi dan wewenang yang berbeda-beda. Adapun fungsi dan wewenang masing-masing aparat penegak hukum tersebut adalah :

  • Menerima laporan dan pengaduan dari masyarakat tentang dugaan sedang atau telah terjadinya suatu tindak pidana
  • Mencari keterangan dan barang bukti guna memperjelas apakah suatu peristiwa hukum mengandung adanya suatu tindak pidana
  • Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan identitasnya

dan atas perintah penyidik, penyelidik juga dapat melakukan :

  • Penangkapan
  • Larangan meninggalkan tempat
  • Penggeledahan orang atau barang
  • Penyitaan
  • Memeriksa
  • Mengambil sidik jari
  • Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik
  • Menerima laporan dan pengaduan dari masyarakat tentang dugaan sedang atau telah terjadinya suatu tindak pidana
  • Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
  • Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
  • Melakukan penangkapan terhadap seseorang yang berdasarkan alat bukti permulaan diduga telah melakukan tindak pidana/kejahatan atau melakukan penangkapan terhadap seseorang yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana[9]
  • Melakukan penahanan terhadap seorang tersangka
  • Melakukan penggeledahan terhadap orang atau barang
  • Melakukan penyitaan terhadap surat atau barang bukti sepeti barang bukti hasil kejahatan atau barang bukti yang digunakan untuk melakukan kejahatan
  • Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
  • Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi termasuk saksi korban
  • Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
  • Menyampaikan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada jaksa penuntut umum
  • Melimpahkan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum
  • Mengadakan penghentian penyidikan
  • Melakukan Penuntutan (membuktikan dakwaan terhadap terdakwa) dan melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan
  • Menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan oleh penyidik
  • Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu
  • Mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat (3) dan ayat (4) Undang Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik[11]
  • Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik
  • Menyatakan lengkap atau tidak lengkap suatu berkas perkara
  • Membuat surat dakwaan
  • Melimpahkan berkas perkara ke pengadilan negeri
  • Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan
  • Membuat surat tuntutan, membuat tanggapan atas nota pembelaan terdakwa atau penasihat hukum terdakwa
  • Menutup perkara demi kepentingan hukum
  • Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
  • Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.[12]
  • Oleh karena hakim menjalankan tugasnya di suatu pengadilan, maka pengadilan memiliki tugas dan kewajiban untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang sudah diajukan ke pengadilan.
  • Menurut Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menjelaskan bahwa hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili
  • Proses peradilan pidana dilaksanakan oleh peradilan umum di pengadilan negeri dan peradilan militer jika pelaku suatu tindak pidana adalah anggota TNI
  • Pengadilan memeriksa, mengadili dan memutus perkara dalam sidang yang terbuka untuk umum, kecuali untuk perkara kesusilaan dan atau terdakwa dalam perkara tersebut adalah anak.
  • Pengadilan harus membacakan putusan dalam sidang yang terbuka untuk umum tidak terkecuali perkara kesusilaan dan atau terdakwa dalam perkara tersebut adalah anak  karena putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.[13]
  1. Petugas Pembina Narapidana/Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dan Badan Pemasyarakatan (BAPAS).
  • Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu lembaga yang berada di bawah kementerian hukum dan ham yang memiliki tugas untuk melaksanakan pembinaan narapidana
  • Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan (pemenjaraan) di LAPAS dan Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.[14]
  • Lembaga Pemasyarakatan harus melakukan pembinaan pemasyarakatan dengan tetap memberikan pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia terhadap narapidana dan melindungi hak narapidana untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu
  • Selama berada di lembaga pemasyarakatan, narapidana wajib mengikut secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu
  • Selama berada di lembaga pemasyarakatan, narapidana berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya,  mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani, mendapatkan pendidikan dan pengajaran, mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak, menyampaikan keluhan, mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang, mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan, menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya, mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi), mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga, mendapatkan pembebasan bersyarat, mendapatkan cuti menjelang bebas dan mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[15]
  • Seorang narapidana dapat dipindahkan dari suatu lembaga pemasyarakatan ke lembaga pemasyarakatan lainnya yang berbeda wilayah guna kepentingan pembinaan, keamanan, ketertiban, proses peradilan dan lainnya yang dianggap perlu.
  • Seorang narapidana dapat keluar sementara dari Lapas dengan syarat harus mendapatkan izin dari kepala Lapas. Misalkan izin keluar lapas karena orangtua narapidana meninggal dunia.[16]
  • Khusus bagi narapidana anak, berdasarkan Undang-Undang No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan seharusnya ditempatkan di lembaga pemasyarakatan anak. hanya saja sampai saat ini negara belum mampu mewujudkan lembaga pemasyarakatan anak di setiap wilayah.
  • Untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh dari luar, memerlukan profesi advokat yang bebas, mandiri dan bertanggungjawab untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan dan hak asasi manusia
  • Advokat atau pengacara adalah termasuk penegak hukum yang dalam proses peradilan pidana tugasnya mendampingi, membantu, membela seseorang baik sebagai tersangka, terdakwa atau sebagai korban atau sebagai saksi yang sedang berhadapan dengan proses hukum.
  • Selama menjalankan tugas dan kewajibannya, advokat atau pengacara dilindungi oleh Undang-Undang RI No 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
  • Advokat atau pengacara dalam menjalankan tugasnya harus menjunjung tinggi prinsip kejujuran, adil dan bertanggungjawab berdasarkan hukum dan keadilan terhadap klien
  • Untuk mendapatkan jasa advokat atau pengacara, masyarakat dipersilakan mendatangi kantor advokat atau kantor lembaga bantuan hukum terdekat yang ada di daerah teman-teman difabel
  • Bantuan hukum adalah hak bagi mereka yang tidak mampu atau orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri dan sedang membutuhkan jasa bantuan hukum.[17]
  • Hak dasar yang dimaksud meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.[18]
  • Jasa bantuan hukum adalah HAK bagi masyarakat miskin oleh karenanya dalam memberikan jasa bantuan hukum, advokat atau kantor lembaga bantuan hukum dilarang memungut biaya kepada penerima bantuan hukum
  1. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)

LPSK adalah lembaga yang lahir berdasarkan perintah Undang-Undang RI No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK memiliki tugas melindungi saksi dan korban dalam proses penegakan hukum pidana terhadap berbagai potensi yang mengancam keamanan saksi dan korban.

Korban atau saksi yang merasa terancam jiwanya dan memerlukan perlindungan dari negara ketika menghadapi proses peradilan pidana, bisa mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya wajib menghormati, melindungi hak asasi manusia, baik sebagai seorang korban, saksi, tersangka/terdakwa ataupun terpidana. Praktik penegak hukum yang cukup sering melanggar dan tidak melindungi hak asasi manusia harus segera dihapuskan dalam praktik penegakan hukum pidana di negara kita. Seperti, praktik penyiksaan terhadap tersangka atau ancaman terhadap saksi, adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang sering dilakukan aparat penegak hukum.

Di bawah ini, ada beberapa istilah yang harus dipahami oleh teman-teman difabel, di antaranya adalah :

Menurut Pasal 1 angka 26 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, menjelaskan bahwa pengertian saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan/atau ia alami sendiri.[19]

Pasal 1 angka 26 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana juga menjelaskan dengan penjelasan yang sama bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri

Selama ini praktik penegakan hukum pidana, saksi sering kali hanya dibutuhkan sebatas untuk pembuktian saja. Tidak dijadikan faktor dan aktor kunci dalam penegakan hukum pidana. agar saksi mampu menjadi faktor dan aktor kunci dalam penegakan hukum pidana, maka negara harus melindungi keberadaan saksi dan harus mampu menjamin bahwa saksi aman dari segala macam intimidasi. Oleh karenanya negara melengkapi beberapa aturan hukum seperti Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terkait perlindungan saksi, berupa diberlakukannya Undang-Undang RI No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, maka dalam proses penegakan hukum pidana, saksi memiliki hak-hak yang harus dilindungi, di antaranya :

  1. Saksi berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya
  2. Saksi berhak ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan
  3. Saksi berhak memberikan keterangan tanpa tekanan
  4. Saksi berhak mendapatkan penterjemah
  5. Saksi berhak bebas dari pertanyaan yang menjerat
  6. Saksi berhak mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus
  7. Saksi berhak mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan
  8. Saksi berhak mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan
  9. Saksi berhak mendapat identitas baru
  10. Saksi berhak mendapatkan tempat kediaman baru
  11. Saksi berhak memperoleh penggantian biaya transportasi  sesuai dengan kebutuhan
  12. Saksi berhak mendapat nasihat hukum dan atau
  13. Saksi berhak memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir[20]
  14. Saksi berhak mendapatkan pemberitahuan melalui surat panggilan tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan. Oleh karenanya, jaksa penuntut umum harus menyampaikan surat panggilan kepada saksi yang memuat tanggal, hari serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil, yang harus sudah diterima oleh yang saksi selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai (Pasal 146 ayat 2 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  15. Dalam proses pemeriksaan di tingkat penyelidikan dan penyidikan, seorang saksi berhak mendapatkan surat pemanggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya surat panggilan dan hari seseorang itu harus memenuhi surat pemanggilan tersebut (Pasal 112 ayat 1 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  16. Dalam proses pemeriksaan di tingkat penyelidikan dan penyidikan, saksi berhak untuk disumpah jika disertai dengan alasan yang patut bahwa saksi tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan pengadilan. (Pasal 116 ayat 1 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  17. Saksi berhak memberikan keterangan kepada penyidik tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun (Pasal 117 ayat 1 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  18. Seseorang dapat mengundurkan diri sebagai saksi jika seseorang yang akan dijadikan saksi tersebut memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dengan terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa (Pasal 168 huruf a Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  19. Seseorang dapat mengundurkan diri sebagai saksi jika seseorang yang akan dijadikan saksi tersebut memiliki hubungan saudara dengan terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga. (Pasal 168 huruf b Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  20. Seseorang dapat mengundurkan diri sebagai saksi jika seseorang yang akan dijadikan saksi tersebut merupakan suami atau istri terdakwa maupun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. (Pasal 168 huruf c Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  21. Jika seorang saksi tidak bisa berbicara dan atau tidak bisa mendengar serta tidak dapat menulis (difabel), berhak mendapatkan seorang penerjemah yang pandai bergaul dengan saksi tersebut

Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, menjelaskan bahwa pengertian korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.

Dalam praktik penegakan hukum pidana, cukup sering seorang korban kejahatan akan menjadi korban kembali, yakni korban proses peradilan yang tidak baik dan tidak benar. Karena setiap korban akan menjadi saksi tentang apa yang ia alami, ia derita yang disebabkan oleh suatu tindak pidana. Oleh karenanya, aparat penegak hukum harus melindungi hak-hak korban, di antaranya :

  1. Dalam proses pemeriksaan di pengadilan, korban yang menjadi saksi berhak didengar keterangannya pertama kali dibandingkan saksi-saksi lain. (Pasal 160 ayat 1 huruf b Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara pidana)
  2. Korban Berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis tentang telah terjadinya suatu tindak pidana atau kejahatan (Pasal 108 ayat 1 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  3. Dalam pemeriksaan perkara pidana, korban berhak mengajukan kepada hakim ketua sidang tentang ganti kerugian yang dialami korban akibat suatu perbuatan pidana atau suatu kejahatan. Pengajuan itu disampaikan sebelum jaksa penuntut umum menyampai surat tuntutan dengan terlebih dahulu memberitahu jaksanya bahwa korban akan menuntut ganti rugi. (Pasal 98 ayat 1 dan 2 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  4. Korban berhak mendapatkan informasi tentang sejauh mana perkembangan proses hukum yang sudah dilakukan oleh aparat penegak hukum.
  5. Korban berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya
  6. Korban berhak ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan
  7. Korban, saksi, pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang atau yang telah diberikannya.

Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Mejelaskan bahwa tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Namun, Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tidak merumuskan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan bukti permulaan tersebut. sehingga frasa bukti permulaan tersebut diterjemahkan secara bebas oleh penyidik. Jika mengacu pada dasar sistem pembuktian peradilan pidana, maka bukti permulaan tersebut haruslah diartikan 2 alat bukti yang sah menurut hukum.

Meskipun seseorang sudah ditetapkan sebagai tersangka, seorang tersangka tersebut tetap memiliki hak-hak yang harus dilindungi dan tidak boleh dilanggar oleh aparat penegak hukum, di antaranya adalah :

Hak-hak Tersangka dan Terdakwa:

  1. Berhak menolak jika penangkapan oleh kepolisian tidak disertai surat perintah penangkapan dan kartu identitas anggota kepolisian kecuali jika tertangkap tangan.
  2. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan pidana, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya (Pasal 59 KUHAP).
  3. Tersangka atau terdakwa berhak untuk mendapatkan surat perintah penahanan dan tersangka dapat menolak menandatangani berita acara penahanan karena penahanan tidak dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada
  4. Selama dalam penahanan, tersangka berhak untuk tidak diintimidasi
  5. Berhak menolak untuk tidak ditahan karena waktu penahanan sudah berakhir
  6. Jika Tersangka dikenakan penahanan rumah tahanan negara (rutan), berhak mengajukan pengalihan dan penangguhan penahanan.
  7. Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum
  8. Berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum (Pasal 50 ayat 1 KUHAP)
  9. Tersangka berhak mendapatkan salinan berita acara pemeriksaannya dari penyidik yang memeriksa
  10. Berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai (Pasal 51 huruf a KUHAP). Pasal ini juga diperuntukkan kepada teman-teman difabel yang menjadi tersangka, jadi teman teman difabel harus meminta segala dokumen seperti surat panggilan sebagai tersangka  yang ditulis secara braille dan ini menjadi kewajiban bagi penyidik untuk memenuhi hak tersebut.
  11. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim (Pasal 52 KUHAP)
  12. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang undang ini (Pasal 57 ayat 1 KUHAP)
  13. Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya  dengan proses perkara maupun tidak (Pasal 58 KUHAP)
  14. Berhak perkaranya segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum (Pasal 50 ayat 2 KUHAP)
  15. Berhak segera diadili oleh pengadilan (Pasal 50 ayat 3 KUHAP)
  16. Berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya (Pasal 51 huruf b KUHAP) Pasal ini juga diperuntukkan kepada teman-teman difabel jika sudah menjadi terdakwa, jadi teman-teman difabel harus meminta segala dokumen seperti salinan surat dakwaan yang ditulis secara braille dan ini menjadi kewajiban bagi jaksa penuntut umum untuk memenuhi hak tersebut.
  17. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa (Pasal 53 ayat 1 KUHAP)
  18. Jika terdakwa atau saksi tidak bisa berbicara atau tidak bisa mendengar serta tidak dapat menulis, hakim ketua sidang mengangkat sebagai penterjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi (Pasal 178 ayat 1 KUHAP). Pasal ini juga diperuntukkan untuk teman-teman difabel yang menjadi tersangka atau saksi. Jadi untuk mendapat penterjemah adalah hak bagi teman-teman difabel dan setiap aparat penegak hukum pada masing-masing tahapan harus memenuhi hak tersebut
  19. Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak untuk mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum/pengacara selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini (Pasal 54 KUHAP)
  20. Untuk mendapatkan penasihat hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 54 KUHAP tersebut, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya (Pasal 55 KUHAP)
  21. Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat (aparat penegak hukum) yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi tersangka atau terdakwa (Pasal 56 ayat 1 KUHAP).
  22. Penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak mendampingi tersangka atau terdakwa sebagaimana yang diperintahkan Pasal 56 ayat 1 KUHAP, memberikan bantuan hukumnya secara cuma-cuma. Artinya penasihat hukum tersebut tidak dibenarkan meminta uang jasa bantuan hukum kepada tersangka atau terdakwa dan tersangka atau terdakwa juga tidak diperbolehkan memberi uang jasa bantuan hukum kepada penasihat hukum (Pasal 56 ayat 2 KUHAP dan Undang-Undang No 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum)
  23. Tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan (Pasal 61 KUHAP)
  24. Tersangka atau terdakwa berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka atau terdakwa disediakan alat tulis menulis (Pasal 62 ayat 1 KUHAP)
  25. Surat menyurat antara tersangka atau terdakwa dengan penasihat hukumnya atau sanak keluarganya tidak diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara kecuali jika terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat menyurat itu disalahgunakan (Pasal 62 ayat 2 KUHAP)
  26. Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan (Pasal 63 KUHAP)
  27. Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya (Pasal 65 KUHAP)
  28. Tersangka atau Terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66 KUHAP). Pasal ini menjelaskan bahwa untuk membuktikan benar atau tidaknya suatu sangkaan atau dakwaan adalah kewajiban dari aparat penegak hukum, di antaranya penyidik dan jaksa penuntut umum. Oleh karenanya, tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban untuk membuktikan suatu sangkaan atau dakwaan bahkan tersangka atau terdakwa berhak untuk diam dan penyidik dilarang untuk memeras pengakuan seseorang tersangka/memaksa seseorang untuk mengaku.
  29. Tersangka atau Terdakwa atau Terpidana berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan (Pasal 95 KUHAP)

Misalkan : penyidik melakukan tindakan salah tangkap seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka kemudian menjadi terdakwa dan pada akhirnya berdasarkan pemeriksaan di pengadilan terdakwa divonis bebas, maka terpidana bebas tersebut berhak atas ganti rugi.

Menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menjelaskan bahwa Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.

Meskipun status seorang tersangka meningkat menjadi seorang terdakwa, seorang terdakwa tetap memiliki hak-hak yang harus dilindungi dan tidak boleh dilanggar oleh aparat penegak hukum, di antaranya adalah :

  1. Jika terdakwa tidak bisa berbicara atau tidak bisa mendengar serta tidak dapat menulis, hakim ketua sidang mengangkat sebagai penterjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi (Pasal 178 ayat 1 KUHAP). Pasal ini juga diperuntukkan untuk teman-teman difabel yang menjadi terdakwa. Jadi untuk mendapat penterjemah adalah hak bagi teman-teman difabel dan setiap aparat penegak hukum pada masing-masing tahapan harus memenuhi hak tersebut
  2. Terdakwa berhak untuk tidak menerima putusan pengadilan tingkat pertama (pengadilan negeri) dan mengajukan upaya hukum berupa perlawanan, banding, kasasi. Apa itu upaya hukum banding dan kasasi ?

Banding adalah upaya hukum yang diajukan oleh terdakwa atau jaksa penuntut umum terhadap putusan pengadilan negeri ke pengadilan tinggi karena putusan pengadilan negeri tersebut tidak memberikan keadilan baik keadilan bagi jaksa penuntut umum atau keadilan bagi terdakwa. (Pasal 67 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)

Terhadap upaya hukum banding yang kita ajukan, maka pengadilan tinggi akan meluarkan putusan, jika terhadap putusan pengadilan tinggi tersebut terdakwa atau jaksa penuntut umum masih beranggapan bahwa putusan pengadilan tinggi tersebut tidak memberikan keadilan baik bagi terdakwa maupun bagi jaksa penuntut umum maka terdakwa atau jaksa penuntut umum berhak mengajukan upaya hukum kasasi ke mahkamah agung

  1. Terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang (surat perintah penahanan), pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan pidana, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya (Pasal 59 KUHAP)
  2. Selama dalam penahanan, terdakwa berhak untuk tidak diintimidasi
  3. Terdakwa berhak menolak untuk tidak ditahan karena waktu penahanan sudah berakhir
  4. Terdakwa berhak untuk mengajukan penangguhan penahanan atau pengalihan penahanan kepada jaksa penuntut umum atau hakim yang memeriksa perkara dengan cara mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan atau pengalihan penahanan yang dengan atau tanpa jaminan uang atau orang.(Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  5. Terdakwa berhak mendapatkan pemberitahuan tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan untuk datang pada sidang yang telah ditentukan. (Pasal 14 huruf F Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  6. Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan (Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang hukum Acara Pidana)
  7. Terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya (Pasal 51 huruf b Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  8. Terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada pengadilan ( Pasal 52 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  9. Terdakwa berhak untuk setiap waktu dalam proses peradilan mendapat bantuan juru bahasa jika terdakwa tidak paham bahasa indonesia ( Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  10. Terdakwa yang tidak bisa bicara atau tidak bisa mendengar serta tidak bisa menulis,  berhak mendapatkan seorang penterjemah yang pandai bergaul dengan terdakwa untuk keperluan di pengadilan (Pasal 53 ayat 2 dan Pasal 178 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  11. Terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  12. Terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya (Pasal 55 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  13. Terdakwa yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang ancaman hukumannya diancam hukuman mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau bagi mereka yang tidak mampu yang ancaman hukumannya diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, maka terdakwa berhak mendapatkan penasihat hukum yang diberikan atau ditunjuk oleh pejabat di semua tingkat proses peradilan dan penasihat hukum yang diberikan kepada terdakwa memberikan bantuan hukumnya secara cuma-cuma (Pasal 56 ayat 1 dan 2 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  14. Terdakwa yang dikenakan penahanan, berhak menghubungi penasihat hukumnya (Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  15. Terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak (Pasal 58 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  16. Terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan terdakwa guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan atau pun usaha untuk mendapatkan bantuan hukum (Pasal 60 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  17. Terdakwa berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan (Pasal 61 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  18. Terdakwa berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya dan menerima surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi terdakwa disediakan alat tulis menulis (Pasal 62 ayat 1 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  19. Terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan (Pasal 63 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  20. Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum (Pasal 64 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)

Penjelasannya : sidang terbuka untuk umum itu berlaku untuk semua agenda sidang, baik dari sidang pertama dengan agenda pembacaan surat dakwaan sampai dengan pembacaan putusan pengadilan.

Penjelasannya : sidang tertutup untuk umum itu dikarenakan perkara yang akan diperiksa adalah perkara di mana terdakwanya adalah anak atau perkara tersebut adalah perkara asusila. Sementara sidang tertutup untuk umum itu berlaku pada saat sidang pertama dengan agenda pembacaan dakwaan sampai dengan penyampaian pembelaan oleh terdakwa, sedangkan sidang dengan agenda terakhir pembacaan putusan haruslah terbuka untuk umum. Jika pembacaan putusan dilakukan dalam sidang tertutup untuk umum maka putusan tersebut adalah batal demi hukum.

  1. Terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya (Pasal 65 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  2. Terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana). Artinya jaksa penuntut umumlah yang memiliki kewajiban untuk membuktikan tentang benar tidaknya dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa. Namun, terdakwa juga dibolehkan jika ingin membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
  3. Di sidang pengadilan, terdakwa atau penasihat hukumnya melalui perantaraan hakim ketua sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi (Pasal 165 ayat 2 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  4. Di sidang pengadilan, terdakwa berhak untuk tidak ditanyakan dengan pertanyaan yang menjerat (Pasal 166 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
  5. Di sidang pengadilan, terdakwa berhak untuk tidak dipaksa mengakui suatu perbuatan
  6. Terdakwa berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dengan cara mengajukan gugatan praperadilan ke pengadilan negeri tempat di mana perkara sebelumnya diadili (Pasal 68 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  7. Di sidang pengadilan, terdakwa atau melalui penasihat hukumnya berhak mengajukan pembelaan dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir. (Pasal 182 ayat 1 b Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  8. Terdakwa berhak mendapat petikan surat putusan pengadilan segera setelah putusan dibacakan (Pasal 226 ayat 1 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  9. Terdakwa berhak mendapatkan salinan putusan pengadilan setelah mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri yang mengeluarkan putusan tersebut (Pasal 226 ayat 1 Undang-Undang RI No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  1. Terpidana atau Narapidana

Menurut Pasal 1 angka 32 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menjelaskan bahwa terpidana adalah seorang yang dipidana atau seorang yang berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap telah dinyatakan terbukti dan bersalah melakukan tindak pidana dan oleh karenanya terhadap orang tersebut diberikan hukuman. Namun meskipun sudah dinyatakan terbukti dan bersalah melalui putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terpidana atau narapidana tetap memiliki hak hak sebagai berikut :

  1. Terpidana atau ahli warisnya berhak mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada mahkamah agung. Permintaan peninjauan kembali tersebut diajukan karena terpidana memiliki alat bukti baru/keadaan baru yang pada sidang sebelumnya belum pernah diajukan sebagai alat bukti (Pasal 263 ayat 1 Undang-Undang RI no 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana)
  2. Narapidana berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya (Pasal 14 ayat 1 huruf a Undang-Undang RI No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)
  3. Narapidana berhak mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani (Pasal 14 ayat 1 huruf b Undang-Undang RI No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)
  4. Narapidana berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran (Pasal 14 ayat 1 huruf c Undang-Undang RI No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)
  5. Narapidana berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak (Pasal 14 ayat 1 huruf d Undang-Undang RI No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)
  6. Narapidana berhak menyampaikan keluhan (Pasal 14 ayat 1 huruf e Undang-Undang RI No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)
  7. Narapidana berhak mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang (Pasal 14 ayat 1 huruf f Undang-Undang RI No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)
  8. Narapidana berhak mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan (Pasal 14 ayat 1 huruf g Undang-Undang RI No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)
  9. Narapidana berhak menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya (Pasal 14 ayat 1 huruf h Undang-Undang RI No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)
  10. Narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi) (Pasal 14 ayat 1 huruf i Undang-Undang RI No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)
  11. Narapidana berhak mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga (Pasal 14 ayat 1 huruf j Undang-Undang RI No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)
  12. Narapidana berhak mendapatkan pembebasan bersyarat (Pasal 14 ayat 1 huruf k Undang-Undang RI No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)
  13. Narapidana berhak mendapatkan cuti menjelang bebas dan (Pasal 14 ayat 1 huruf l Undang-Undang RI No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)
  14. Narapidana berhak mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 14 ayat 1 huruf m Undang-Undang RI No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan)

[1] Pasal 1 Angka 4 dan 5 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

[2] Pasal 1 Angka 1, 2 dan 3 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

[3] Pasal 1 Angka 6 dan 7 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 1 angka 2 Undang Undang No 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia

[4] Termasuk Hakim yang bekerja Di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi

[5] Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan Di LAPAS sedangkan Terpidana adalah seseorang yang sudah dinyatakan terbukti dan bersalah melakukan tindak pidana/kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Selengkapnya baca undang-undang no 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

[6] Idealnya Pekerjaan sebagai advokat yang memberikan bantuan hukum diperlukan guna terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan dan hak asasi manusia. Selngkapnya baca undang-undang no 18 tahun 2003 tentang advokat

[7] Selengkapnya baca Pasal 5 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau yang lazim disebut KUHAP

[8] Selengkapnya baca Pasal 7 ayat 1,2 dan 3 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

[9] Dalam proses peradilan pidana, seseorang yang berdasarkan alat bukti permulaan diduga telah melakukan tindak pidana/kejahatan atau seseorang yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana disebut sebagai TERSANGKA

[10] Selengkapnya baca pasal 13, 14, 15 Undang Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

[12] Pasal 1 angka 5 Undang-Undang RI No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

[13] Pasal 13 ayat 1,2,3 Undang-Undang RI No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

[14] Pasal 1 angka 5 dan 6 Undang-Undang RI No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

[15] Pasal 14 Undang-Undang No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

[16] Baca Pasal 17 Undang-Undang No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

[17] Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang RI No 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum

[18] Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang RI No 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum

[19] Pada Tahun 2011, Mahkamah Konstitusi melalui putusan No 65/PUU-VIII/2010 menyatakan arti penting saksi bukan terletak pada apakah dia melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu peristiwa pidana, melainkan pada relevansi kesaksiannya dengan perkara pidana yang sedang diproses. Artinya, seseorang yang memilki hubungan atau kesesuaian dengan suatu peristiwa pidana meskipun orang tersebut tidak melihat, mendengar atau mengalami sendiri, maka orang tersebut bisa dijadikan sebagai SAKSI.

[20] Poin 1 sampai dengan 13 diatur dalam Pasal 5 ayat 1 dan 2 Undang-Undang RI No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA