Ajaran islam berkarakter tadarruj artinya ....

Seorang muslim sudah seharusnya meyakini benar bahwa syari'at Islām merupakan syari'at yang telah Allāh turunkan  semenjak manusia pertama diciptakan dan Rasul pertama diutus, ditandai dengan ajarannya yang memutlakkan ketauhidan Allāh 'Azza wa Jalla, tidaklah Allāh menciptakan manusia kecuali supaya beribadah dengan mengesakan-Nya. Dan syari'at Islām turun kepada para Nabi dan Rasul secara bertahap sesuai dengan kondisi kaumnya, dari zaman ke zaman, hingga akhirnya disempurnakan melalui khatamul anbiyā'i walmursalĩn yakni Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam yang diutus untuk seluruh ummat, sebagaimana Al-Qurān menjelaskan, Allāh ‘Azza wa Jalla berfirman :

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

"Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Aku, maka sembahlah olehmu sekalian hanya Aku" 

Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam  pernah bersabda :

أَنا أَوْلى النّاسِ بعِيسى ابْنِ مَرْيَمَ في الدُّنْيا والْآخِرَةِ، والْأَنْبِياءُ إِخْوَةٌ لِعَلّاتٍ، أُمَّهاتُهُمْ شَتّى وَدِينُهُمْ واحِدٌ

"Aku adalah manusia yang paling dekat (paling mencintai) kepada 'Isa bin Maryam as didunia dan akhirat, dan para Nabi itu bersaudara seperti halnya saudara seayah meskipun ibu mereka berlainan, dan agama mereka itu adalah satu (Islām)"

Al-Qurān telah memastikan kebenaran Islām sebagai satu-satunya agama para Rasul, dalam ayat lain dinyatakan bahwa Ibrahim dan Ya'qub 'alaihimassalaam pun membawa ajaran Islām, Allāh berfirman:

وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allāh telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islām" 

Demikian Islām secara bertahap dirisalahkan melalui para Rasul, hingga Allāh menyempurnakannya melalui Rasul terakhir, Firman-Nya:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

"..Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai bagimu Islām sebagai agama..." 

Ayat ini turun pada hari jum'at dihari arafah setelah ashar dalam pelaksanaan haji wada', Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam  ketika itu sedang wukuf di Arafaat dengan menunggangi unta, seketika unta yang ditunggangi nabi menderum karena beratnya wahyu yang turun kepada beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam. 

Ayat ini turun, sekaligus sebagai isyarat perpisahan, sebab tugas Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam  untuk menyempurnakan risalah Islām telah selesai.

Ajaran islam berkarakter tadarruj artinya ....

Selanjutnya sebagaimana telah kita ketahui dalam sirah nabawiyah bahwa untuk sampai kepada kesempurnaan risalah ini, tidak serta merta jadi dan sempurna begitu saja, melainkan harus melalui tahapan terlebih dahulu, disertai dengan perjuangan yang sangat melelahkan yang penuh cobaan berat dan rintangan. Sehingga risalah Islām disempurnakan dengan Al-Qurān yang menjadi petunjuk sekaligus kurikulum untuk hidup dan kehidupan, yang menjadi pedoman hingga hari kiamat. Siapa yang mau berpegang teguh dan menjalani tahapan Manhaj-Nya maka ia telah mendapatkan petunjuk dan tak akan tersesat, demikian pula sebaliknya siapa yang enggan maka itu adalah kerugian untuk dirinya, sebagaimana Al-Qurān menegaskan, Allāh berfirman :

إِنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ لِلنَّاسِ بِالْحَقِّ ۖ فَمَنِ اهْتَدَىٰ فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا ۖ وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ

"Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka"

Adapun diantara karakteristik kebertahapan dakwah Rasul akhir zaman, ayat-ayat Al-Qurān turun secara bertahap dari permulaan wahyu pertama untuk mengajarkan dan menguatkan Rasul shallallāhu ‘alaihi wa sallam dalam mengajak ummat manusia agar mengenal Rabb mereka, hingga memperbaiki dan meluruskan manusia dari keyakinan yang telah lama menyimpang akibat kejahiliyahan, dan sebut saja fase ini sebagai tahapan "Penanaman Iman", 13 tahun periode Makkah Nabi menerima secara bertahap wahyu Al-Qurān yang memuat penekanan Iman kepada Allāh dan hari akhir. Kemudian 10 tahun periode Madinah, barulah tahapan wahyu yang berkaitan dengan hukum-hukum syari'at, amaliyah, mu'ammalah dll, secara sempurna selesai turun kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam .

Sehubungan dengan itu terdapat pula penjelasan dalam salah satu hadits :

عن عائشة أم المؤمنين: ... إنَّما نَزَلَ أوَّلَ ما نَزَلَ منه سُورَةٌ مِنَ المُفَصَّلِ، فِيها ذِكْرُ الجَنَّةِ والنّارِ، حتّى إذا ثابَ النّاسُ إلى الإسْلامِ نَزَلَ الحَلالُ والحَرامُ، ولو نَزَلَ أوَّلَ شيءٍ: لا تَشْرَبُوا الخَمْرَ، لَقالوا: لا نَدَعُ الخَمْرَ أبَدًا، ولو نَزَلَ: لا تَزْنُوا، لَقالوا: لا نَدَعُ الزِّنا أبَدًا، لقَدْ نَزَلَ بمَكَّةَ على مُحَمَّدٍ ﷺ وإنِّي لَجارِيَةٌ ألْعَبُ: {بَلِ السّاعَةُ مَوْعِدُهُمْ والسّاعَةُ أدْهى وأَمَرُّ} وما نَزَلَتْ سُورَةُ البَقَرَةِ والنِّساءِ إلّا وأَنا عِنْدَهُ. 

Dari ‘Aisyah ra : "Sesungguhnya yang pertama-tama kali turun darinya adalah surat Al-Mufashshal yang di dalamnya disebutkan tentang surga dan neraka. Dan ketika manusia telah condong kepada Islām, maka turunlah kemudian ayat-ayat tentang halal dan haram. Sekiranya yang pertama kali turun adalah ayat: "Janganlah kalian minum khamr". Niscaya mereka akan mengatakan: "Sekali-kali kami tidak akan bisa meninggalkan khamr selama-lamanya". Dan sekiranya juga yang pertamakali turun adalah ayat: "Janganlah kalian berzina.." niscaya mereka akan berkata: "Kami tidak akan meninggalkan zina selama-lamanya". Ayat yang diturunkan kepada Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam  di Makkah yang pada saat itu aku masih anak-anak adalah: "balissaa'atu mau'iduhum wassaa'atu adhaa wa amarr"(QS. Al-Qamar:46)". Dan tidaklah turun surat Al-Baqarah dan An-Nisā' melainkan aku berada di sisi beliau".

Kemudian dengan sempurnanya surat-surat yang turun dimadinah maka selesailah tugas kerasulan shallallāhu ‘alaihi wa sallam, dan berdiri tegaklah sebaik-baiknya peradaban manusia dimana akhlaq mereka menjadi uswah bagi generasi selanjutnya. Oleh sebab itu perjalanan perjuangan Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam  dan para sahabat dalam menegakkan risalah Islām ini, tidak akan lepas dari kebertahapan turunnya Al-Qurān, sehingga ajarannya bersifat paripurna secara kronologis hingga empiris. Dengan demikian bukan hanya sebagai khazanah ilmu semata dalam mempelajari kebertahapan syari’at Islām, melainkan sebagai landasan dalam sikap yang berorientasi kepada tepatnya amal dan pendermaan diatas keikhlasan kepada Allah semata.

Karakteristik Al-Qurān Turun Munajjaman

Untuk mengetahui konsep tadarruj  (kebertahapan) dalam Islām, maka penting bagi kita untuk memahami terlebih dahulu hikmah dan pelajaran bahwa Allāh ‘Azza wa Jalla menurunkan Al-Qurān kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam secara bertahap, tidak sekaligus seperti para Rasul sebelumnya dalam menerima Shuhuf atau Al-Kitab, sebagaimana Nabi 'Isa as yang menerima Injil sekaligus, bahkan dalam satu penjelasan disebutkan bahwa ‘Isa ‘alaihissalām menerima Injil ketika masih berada dalam rahim bunda Maryam radhiyallāhu ‘anha, Allahu a’lam.

Dan bagaimanakah aspek turunnya Al-Qurān secara bertahap?...

Sebagaimana telah mafhum, dijelaskan dalam sirah dan tarikh bahwa Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam  sebelum menerima wahyu Al-Qurān, beliau merasakan keresahan dalam jiwanya terhadap perkara-perkara jahiliyah disekeliling kaumnya, sehingga kemudian Beliau diberikan kecintaan berkhalwat di gua hira untuk mendapatkan petunjuk dari Penguasa Langit dan Bumi. Sampai kemudian Kehendak Allāh tiba untuk memberikan tugas agung kerasulan, yang selanjutnya nabi saw menerima wahyu Al-Qurān secara munajjaman (berangsur dan bertahap) selama 23 tahun berdasarkan pendapat yang masyhur.

Al-Qurān sendiri menunjukkan kebertahapan turunnya kedalam hati Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam dengan menggunakan lafazh "tanzil" تَنزِيلٌ ) dan "nazzala" ( نَزَّلَ ) yang bermakna "tadarruj" ( التَّدَرُّجُ ) dan "tanjiim" ( التَّنجِيمُ ), yaitu bertahap dan berangsur-angsur .

Perhatikan Firman-Nya :

وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ  نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ  عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنذِرِينَ  بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِينٍ

"Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas".

قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِن رَّبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ

"Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allāh)" 

تَنزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ

"Kitab (ini) diturunkan dari Allāh Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".

قُلْ مَن كَانَ عَدُوًّا لِّجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَىٰ قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ

"Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allāh; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman".

وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَىٰ مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا

"Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya tahap demi tahap" 

Al-Qaththān menjelaskan : maksudnya adalah, "Kami telah menjadikan turunnya Al-Qurān itu secara bertahap agar kamu membacakannya kepada manusia secara perlahan dan teliti, dan Kami menurunkannya secara terbagi-bagi sesuai dengan peristiwa dan kejadian".

Kebertahapan Al-Qurān turun kepada Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam dari awal hingga akhir (Periode Makkah-Madinah) meliputi berbagai pembahasan pokok, yaitu:

1)     Aqidah dan Iman.

2)     Keutamaan adab dan akhlaq yang baik yang akan menjernihkan dan mengkilapkan jiwa.

3)     Bimbingan dalam menelaah dan bertadabbur terhadap kerajaan langit dan bumi.

4)     Kisah-kisah ummat para pendahulu.

5)     Peringatan, ancaman dan janji Allāh 'Azza wa Jalla.

6)     Hukum-hukum syari'at dan amaliyah. 

Dari kandungan tersebut, bila digali dan dianalisis lebih dalam bukanlah ilmu Al-Qurān yang akan habis, melainkan usia kita yang keburu habis, perhatikanlah  bagaimana para ulama salaf dari generasi ke generasi melahirkan kitab syarah dan tafsir yang berjilid-jilid dari berbagai pendekatan bahasa hingga analisis semesta, sampai hari ini tidak habis dikaji dan tidak usang dibaca.

Al-Qurān sendiri menginformasikan hikmah dibalik turunnya secara bertahap, yaitu untuk mengokohkan hati Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam  dan orang-orang beriman, Allāh berfirman:

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا

"Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?", demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)".

قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِن رَّبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ

"Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allāh)"  

Manna'ul-Qaththān merinci sedikitnya terdapat 5 hikmah yang beliau dapatkan mengenai kebertahapan turunnya Al-Qurān :

1)     Meneguhkan dan menguatkan hati.

2)     Tantangan dan mukjizat.

3)     Mempermudah hafalan dan pemahaman.

4)     Menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi dan kebertahapan dalam penerapan syari'at.

5)     Sebagai bukti yang qath'i bahwa Al-Qurānul Karĩm turun dari Sisi Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Al-Qaththān pun menjelaskan faidahnya, bahwa kebertahapan Al-Qurān dalam kurikulum pendidikan dan pengajaran tepat diaplikasikan dalam mendidik dan membangun ummat yang memang secara bertahap dan bersifat alami dalam memperbaiki jiwa, meluruskan prilaku dan membangun kepribadian serta menyempurnakan wujud insaniyahnya, sehingga jiwa tumbuh dan tegak diatas pilar yang kokoh yang akan melahirkan buah kebaikan bagi ummat manusia seluruhnya, biidznillaah.

Karakter Al-Haq Dalam Kebertahapan

Dalam hal ini kebertahapan dibedakan sifatnya dengan beberapa karakteristik sebagai berikut:

1.  Islām bersifat memudahkan dan tidak menghendaki kesempitan, sebagaimana Firman-Nya :

يُرِيدُ اللّه بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

"Allāh menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu".

وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ 

"Dan berjihadlah kamu dijalan Allāh dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan..." 

Kedua ayat diatas berbicara aspek hukum dan amaliyah yang apabila dikaji secara kronologis, dapat kita temukan kebertahapan yang kuat sebelum turun ketentuan mengenai amaliyah tersebut. Oleh sebab itulah kita perlu memahami 3 aspek utama, yakni :

v Aspek turunnya Al-Qurān secara munajjaman.

v Aspek ajakan kepada Tauhidullah sebagai awalan Dakwah Islām.

v Aspek taklif (pembebanan hukum), syari'atnya tidak turun pada periode Makkah, melainkan turun pada periode Madinah.

2.      Islām bersifat adil. Allāh berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allāh, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allāh, sesungguhnya Allāh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".

Kebertahapan melaksanakan suatu ketentuan hukum pun diajarkan dalam Islām, tidak serta merta hukum dijatuhkan begitu saja, sehingga penerapan keadilan betul-betul dilakukan berdasarkan analisis persoalan. Syari'at Islām menebarkan keadilan dalam ikatan manusia dengan manusia lainnya yang akan membuahkan kematangan dan kedewasaan pemikiran serta kemajuan peradaban. Demikian pula sebaliknya, bila hilang keadilan maka akan membuahkan penyimpangan pemikiran dan peradaban yang lemah, dan akan menghilangkan kepercayaan antara satu dengan yang lainnya.

Maka ketika ikatan keadilan mendominasi, tentu akan mengantarkan pada stabilitas keamanan dan akan menjelma dalam ikatan asosiasi manusia dari generasi ke generasi tanpa memandang status, ashabiyah, rasisme, qabiliyyah, qaumiyyah, madzhabiyyah dan wathaniyyah.

3.      Islām bersifat Rahmah kepada seluruh alam. Disempurnakan melalui Rasul terakhir untuk seluruh alam, Firman-Nya:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam".

Adapun yang dimaksud menjadi Rahmatan lil ‘ālamin, pertama ditinjau dari segi bahasa, lafazh  الرَّحْمةُ  merupakan bentuk mashdar dari رَحِمَ يَرحَمُ  yang bermakna : الرِّقَّةُ والتَّعَطُّفُ والمَرْحَمَةُ  ,yaitu kelembutan, kasih sayang dan belas kasih.

Yang kedua, Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam  diutus sebagai Nabi dan Rasul terakhir adalah untuk menyempurnakan risalah Islām yang telah diturunkan kepada para nabi dan rasul sebelumnya, dan Beliau shallallāhu ‘alaihi wa sallam  diutus untuk menegakkan syari'at Islām bukan hanya untuk satu kaum, melainkan untuk seluruh ummat.

Sebagaimana Dr. Wahbah Al-Zuhaily menjelaskan makna rahmatan lil'alamin sebagai berikut:

أَي وَمَا أَرسَلنَاكَ يَا مُحَمَّدُ بِشَرِيعَةِ القُرآنِ  وَهَديِهِ  وَأَحكَامِهِ  إِلَّا لِرَحمَةِ جَمِيعِ العَالَمِ مِنَ الإِنسِ  وَالجِنِّ  فِي الدُّنيَا وَالآخِرَةِ، فَمَن قَبِلَ هَذِهِ الرَّحمَةَ، وَشَكَرَ هَذِهِ النِّعمَةَ، سَعِدَ فِي الدُّنيَا وَالآخِرَةِ، وَمَن رَدَّهَا  وَجَحَدَهَا، خَسَرَ الدُّنيَا وَالآخِرَةَ.

Yaitu : Dan tidaklah Kami mengutusmu hai Muhammad dengan membawa syari'at alQuran dan petunjuknya, hukum-hukumnya, melainkan untuk rahmat bagi seluruh alam , dari jin dan manusia di dunia dan akhirat, maka siapa yang menerima rahmat ini dan mensyukurinya, maka dia beruntung dunia akhirat, dan siapa yang menolaknya, maka dia rugi dunia akhirat.

Disamping itu, Islām juga tidak akan membebani manusia diluar kesanggupannya, ini pun merupakan bentuk kebertahapan, kemudahan dan rahmat dari Allāh 'Azza wa Jalla, Dia berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

"Allāh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".

Selanjutnya diantara bagian dari rahmat pula adalah adanya keringanan sebagai bentuk memuliakan manusia yang diciptakan sebagai makhluq yang lemah, Firman-Nya:

يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

"Allāh hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah".

Karena manusia diciptakan sebagai makhluq yang lemah, tentunya Allāh 'Azza wa Jalla menurunkan hukum syari'at sesuai dengan sifat manusia itu sendiri, dan mustahil Allāh melampaui Ke-Adilan-Nya sebab Dia Maha Adil, sehingga dalam pelaksanaan syari'at disesuaikan dengan kondisi dan kesulitan, diantaranya kita jumpai dalam beberapa perkara :

ü  Bolehnya berbuka shaum ketika dalam kondisi safar atau sakit.

ü  Bolehnya bertayammum bila darurat, karena tidak mendapatkan air, sakit, atau karena khawatir akan sesuatu yang memadharatkan.

ü  Jamak Qashar dalam sholat.

ü  Adanya pilihan dalam kaffārāt,

ü  dsb.

4.  Islām mengharamkan jiwa manusia, oleh sebab itu wajib dikenakan hukum qishash sebagai pemeliharaan jiwa manusia dari pembunuhan yang bukan haq, dan dikenakan Had bagi yang berbuat zina dan pengkonsumsi khamr. Dalam penerapan Qishash dan Had, juga melalui tahapan hingga tercapainya keadilan.

5.  Islām berkarakter mengajarkan kesetaraan sosial antar manusia, maka kemuliaan dan keutamaan manusia tidak dilihat dari ras, tampilan, jabatan ataupun hartanya, melainkan dilihat dari sisi ketaqwaannya, ilmu dan amal shalih sebagai tolok ukurnya. Allāh berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ 

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allāh ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allāh Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal"

Dengan demikian maka manusia terikat dengan nilai ketakwaan yang harus ia raih demi kemuliaan dan keutamaannya di Sisi Rabbnya. Adapun nilai ketakwaan ini hanya bisa diraih dengan melaksanakan syari'at-Nya, dan ketentuan dari syari'at Islām memiliki kebertahapan sebagai sumber kurikulum dalam berbagai persoalan.

Ajaran islam berkarakter tadarruj artinya ....

Selanjutnya aqidah Islām dilihat dari segi permulaan turunnya wahyu hingga akhir periode Madinah, memuat beberapa tahapan yang mengarah pada membangun jiwa secara personal kemudian membangun masyarakat yang terikat dengan peradaban Islam yang memiliki manifestasi pada kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga bila saja urutan ini ditahapi dengan benar, optimis! akan terbangun kembali masyarakat dunia yang penuh dengan kemuliaan (al-‘Izzatul-Islam), berikut ini diantara urutannya:

1)     Pengenalan manusia terhadap Allāh 'Azza wa Jalla Yang Maha Pencipta.

2)     Pengenalan manusia terhadap hakikat dirinya, berbagai urusannya, perjalanan hidup didunia hingga perjalanan hidup setelah mati.

3)     Menanamkan nilai-nilai ukhuwah, mahabbah dan persatuan ummat dalam membina kultur masyarakat yang Islāmi.

4)     Pendidikan dalam menghadapi penyangkalan, pendustaan dan permusuhan.

5) Penanaman nilai-nilai akhlaq dan sosial kemasyarakatan, dan pencegahan mengumbar keburukan yang akan mengoyak jalinan persatuan ummat Islām.

6) Mempersiapkan orang-orang beriman dalam menghadapi gangguan dari kaum kuffaar.

7)     Penetapan syari'at ibadah untuk memperkuat ruhiyah diantaranya shalat dan shaum. Untuk memperkuat solidaritas(takaaful) dengan zakat infaq dan shadaqah. Untuk merekatkan persatuan dengan pelaksanaan haji.

8)  Pengertian hakikat orang-orang beriman, dan penjelasan sejarah ahli kitab dengan syubhat-syubhatnya berikut dendam yang tersimpan dalam diri mereka kepada para rasul dan ahli dakwah hingga hari kiamat.

9)     Menyingkap keburukan kaum munafiq dan menghalau konspirasi mereka.

10) Penetapan syari'at yang berkaitan dengan hukum-hukum   pada periode Madinah dalam membangun Daulah Islāmiyyah sebagai peradaban, dalam berbagai ikatan seperti kaidah pernikahan, talak, jual beli, muammalah secara umum. Juga penetapan hudud bagi pelaku zina atau mencuri, penetapan qishash, kaidah-kaidah perjanjian, dsb.

11) Apresiasi Islām sebagai penutup "Risalah Langit" bahwa sesungguhnya ummat Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah ummat yang akan menjadi saksi bagi seluruh ummat dari awal hingga akhir, oleh sebab itulah tugas berdakwah merupakan tugas yang paling wajib diantara tugas-tugas yang wajib.

Poin-poin diatas merupakan format sistem yang utuh, sempurna dari berbagai segi sebagai kurikulum kehidupan baik secara diniyyah (agama), ataupun tsaqaafiyyah (kebudayaan), fikriyyah (pemikiran), siyasiyyah (politik) dan iqtishaadiyyah (ekonomi), serta ‘askariyyah (militer), dll.

Itulah manhaj yang bila dilaksanakan seutuhnya maka akan terbangun masyarakat Islāmi dengan satu kedaulatan yang mengelola kepentingan dunia dan akhirat.  

Wa Allahu A’lam.